Kamis, 06 September 2018

Ubo Rampe Tedak Siten

Ubo rampe yang harus disiapkan untuk mitoni bayi adalah sebagai berikut :



1. Makanan tradisional berupa ‘jadah’/’tetel’ tujuh warna.
Makanan ini terbuat dari beras ketan dicampur parutan kelapa muda dan ditumbuk hingga bercampur menjadi satu dan bisa diiris. Beras ketan tersebut diberi pewarna merah, putih, hitam, kuning, biru, jingga dan ungu.

2. Makanan tradisional lainnya yang disediakan untuk acara tedak siten ini berupa tumpeng dan perlengkapannya serta ayam utuh.
Tumpeng sebagai simbol permohanan orang tua agar si bayi kelak menjadi anak yang berguna. Sayur kacang panjang sebagai simbol umur panjang. Sayur kangkung sebagai simbol kesejahteraan. Kecambah sebagai simbol kesuburan, sedangkan ayam adalah simbol kemandirian.

3.  Tangga tradisional yang dibuat dari tebu jenis ‘arjuna’ dengan dihiasi kertas warna-warni. Ritual ini melambangkan harapan agar si bayi memiliki sifat kesatria si Arjuna (tokoh pewayangan yang dikenal bertanggungjawab dan tangguh). Dalam bahasa Jawa ‘tebu’ merupakan kependekan dari ‘antebing kalbu’ yang bermakna kemantaban hati.

4.  Kurungan ayam yang telah dihias dengan kertas berwarna warni. Prosesi ini menyimbolkan kelak anak akan dihadapkan pada berbagai macam jenis pekerjaan.

5.  Beberapa barang untuk dipilih seperti cincin/uang, alat tulis, kapas, cermin, buku, dan pensil. Kemudian dibiarkan mengambil salah satu dari barang tersebut. Barang yang dipilihnya merupakan gambaran hobi dan masa depannya kelak.

6. Beras kuning (beras yang dicampur dengan parutan kunir) yang telah dicampur dengan uang logam untuk di perebutkan oleh undangan anak-anak. Ritual ini dimaksudkan agar anak memiliki sifat dermawan.

7.  Air bunga setaman lalu dipakaikan baju baru.

8. Menyediakan 7 baju yang pada akhirnya baju ke-7 yang akan dia pakai. Hal ini menyimbolkan pengharapan agar bayi selalu sehat, membawa nama harum bagi keluarga, hidup layak, makmur dan berguna bagi lingkungannya.
 
Share:

Rangkaian acara Mitoni Bayi ( Tedak Siten )

Rangkaian acara Tedak siten

Prosesi tedak siten dimulai di pagi hari dengan serangkaian makanan tradisional untuk selamatan. Makanan tradisional tersebut berupa ‘jadah’/’tetel’ tujuh warna.

Jadah ini menjadi simbol kehidupan bagi anak, sedangkan warna-warni yang diaplikasikan menggambarkan jalan hidup yang harus dilalui si bayi kelak. Penyusunan jadah ini dimulai dari warna hitam hingga ke putih, sebagai simbol bahwa masalah yang berat nantinya ada jalan keluar / titik terang.
Makanan tradisional lainnya yang disediakan untuk acara tedak siten ini berupa tumpeng dan perlengkapannya serta ayam utuh.
Tumpeng sebagai simbol permohanan orang tua agar si bayi kelak menjadi anak yang berguna. Sayur kacang panjang sebagai simbol umur panjang. Sayur kangkung sebagai simbol kesejahteraan. Kecambah sebagai simbol kesuburan, sedangkan ayam adalah simbol kemandirian.

Pertama : Anak dituntun untuk berjalan maju dan menginjak bubur tujuh warna yang terbuat dari beras ketan. Warna-warna itu adalah : merah, putih, oranye, kuning, hijau, biru dan ungu. Ini perlambang , anak mampu melewati berbagai rintangan dalam hidupnya. Strata kesadarannya juga selalu meningkat lebih tinggi. Dimulai dari kehidupan duniawi , untuk menunjang dan mengembangkan diri, terpenuhi kebutuhan raganya, kehidupan materinya cukup, raganya sehat, banyak keinginannya terpenuhi.Seiring pertumbuhan lahir, keperluan batin  meningkat ke kesadaran spiritual . 

 Kedua : Anak dituntun menaiki tangga yang terbuat dari batang tebu Arjuna, lalu turun lagi.Tebu merupakan akronim dari antebing kalbu, mantapnya kalbu, dengan tekad hati yang mantap. Tebu Arjuna melambangkan supaya si anak bersikap seperti Arjuna, seorang yang berwatak satria dan bertanggung jawab. Selalu berbuat baik dan benar, membantu sesama dan kaum lemah, membela kebenaran, berbakti demi bangsa dan negara. 

Ketiga : Turun dari tangga tebu, si anak  dituntun untuk berjalan dionggokan pasir.Disitu dia mengkais pasir dengan kakinya, bahasa Jawanya ceker-ceker, yang arti kiasannya adalah mencari makan. Maksudnya si anak setelah dewasa akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. 


 Keempat : Si bocah dimasukkan kedalam sebuah kurungan yang dihias apik, didalamnya terdapat berbagai benda seperti : buku, perhiasan, telpon genggam dlsb. Dibiarkan bocah itu akan  memegang barang apa. Misalnya dia memegang buku, mungkin satu hari dia mau jadi ilmuwan. Pegang telpon genggam, dia bisa jadi tehnisi atau ahli komunikasi. Kurungan merupakan perlambang dunia nyata, jadi si anak memasuki dunia nyata dan dalam kehidupannya dia akan dipenuhi kebutuhannya melalui pekerjaan/aktivitas yang telah dipilihnya secara intuitif sejak kecil.

Kelima : Ayah dan kakek si bocah menyebar udik-udik, yaitu uang logam dicampur berbagai macam bunga. Maksudnya si anak sewaktu dewasa menjadi orang yang dermawan, suka menolong orang lain. Karena suka menberi, baik hati, dia juga akan mudah mendapatkan rejeki. Ada juga  ibu si anak mengembannya, sambil ikut menyebarkan udik-udik.

Keenam : Kemudian anak tersebut dibersihkan dengan dibasuh atau dimandikan dengan air sritaman, yaitu air yang dicampuri bunga-bunga : melati, mawar, kenanga dan kantil.
Ini merupakan pengharapan , dalam kehidupannya, anak ini nantinya harum namanya dan bisa mengharumkan nama baik keluarganya.
  Ketujuh : Pada akhir upacara, bocah itu didandani dengan pakaian bersih dan bagus. Maksudnya supaya si anak mempunyai jalan kehidupan yang bagus dan bisa membuat bahagia keluarganya. Demikian serangkaian acara mitoni anak (piton piton) dan semoga budaya ini tak kan hilang ditelan masa dan untuk masyarakat Jawa seharusnya memang “nguri nguri budoyo jawi”
Share:

Definisi Mitoni bayi ( Tujuh Bulanan Bayi / Tedak siten )




Untuk perayaan piton piton 7 lapan (1lapan=35hari), dalam tradisi Jawa disebut piton-piton. piton-piton itu sendiri merupakan rangkaian upacara siklus hidup yang sampai saat ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa. Kata mitoni berasal dari kata ‘am’ (awalan am menunjukkan kata kerja) + ’7 (pitu) yang berarti suatu kegiatan yang dilakukan pada hitungan ke-7. Upacara mitoni ini merupakan suatu adat kebiasaan atau suatu upacara yang dilakukan pada hari ke-245 hari atau  7-lapan atau 8bulan masa tumbuh kembang anak yang mengandung  makna semoga si anak kelak senantiasa memperoleh keselamatan dan dapat meraih cita-cita dengan perjalanan yang mulus. Dengan menjalani kehidupan yang baik dan benar dibumi ini dan sekaligus tetap merawat dan menyayangi bumi, maka kehidupan didunia terasa nyaman dan menyenangkan. Ini untuk mengingatkan bahwa bumi atau tanah telah memberikan banyak hal untuk menunjang kehidupan manusia. Tanpa ada bumi,  sulit dibayangkan bagaimana eksistensi kehidupan manusia , sang suksma yang berbadan halus dan kasar. Manusia wajib bersyukur kepada Gusti, Tuhan , diberikan kehidupan yang memadai dibumi yang alamnya sangat kondusif, memungkinkan mahluk manusia dan mahluk-mahluk yang lain bermukim disini. Inilah kesempatan untuk berbuat yang sebaik-baiknya, berkarya nyata, tidak hanya untuk diri sendiri dan keluarganya, tetapi untuk peradaban seluruh umat manusia, yang semuanya adalah titah Gusti dan asal muasalnya dari tempat yang sama. Hendaknya diingat bahwa tanah adalah salah satu elemen badan manusia dan yang tak terpisahkan dengan elemen-elemen yang lain, yaitu air, udara dan api, yang mendukung kiprah kehidupan suksma didunia ini, atas kehendakGusti. Pada waktu seorang anak kecil berumur tujuh selapan atau 245 hari. .Selapan merupakan kombinasi hari tujuh menurut kalender internasional dan hari lima sesuai kalender Jawa.Oleh karena itu selapanan terjadi setiap 35 hari sekali. Bisa jatuh hari Senin Legi, Selasa Paing dst. Sehingga upacara ini di jawa timur lebih dikenal dengan sebutan Piton-piton. Biasanya pelaksanaan upacara tedhak siten diadakan pagi hari dihalaman depan rumah.Selain kedua orang tua bocah, kakek nenek dan para pinisepuh merupakan tamu terhormat, disamping tentunya diundang juga para saudara dekat.. Seperti pada setiap upacara tradisional, mesti dilengkapi dengan sesaji yang sesuai.Bermacam sesaji yang ditata rapi, seperti beberapa macam bunga, herbal dan hasil bumi yang dirangkai cantik, menambah sakral dan marak suasana ritual. Sesaji itu bukan takhayul, tetapi intinya bila diurai merupakan sebuah doa permohonan kepada Gusti, Tuhan, supaya upacara berjalan dengan selamat dan lancar. Juga  tujuan dari ritual tercapai, mendapatkan berkah Gusti.

Di daerah-daerah di jawa terutama di Ponorogo , tradisi piton-piton kini amat langka dijumpai. entah karena mengikuti budaya modern atau mungkin terlalu ribet,,,,,,
piton-piton buknlah hal syirik karena merupakan upaya pelestarian budaya yang bertujuan untuk berbagi rasa kebahagiaan  sembari memohon doa agar cita-cita terwujud sesuai yang diharap. terakhir saya jumpai acara piton-piton di lakukan oleh keluarga pasangan Suwarto-Lilik M.H, beliau berdua merayakan acara piton-piton sebagai ungkapan rasa bersyukur dan juga turut melestarikan budaya yang kini mulai jarang di lakukan pasutri pada umumnya.

Mitoni juga disebut dengan Tedak Siten. Tedak siten merupakan budaya warisan leluhur masyarakat Jawa untuk bayi yang berusia sekitar tujuh atau delapan bulan. Tedak siten dikenal juga sebagai upacara turun tanah.
‘Tedak’ berarti turun dan ‘siten’ berasal dari kata ‘siti’ yang berarti tanah. Upacara tedak siten ini dilakukan sebagai rangkaian acara yang bertujuan agar anak tumbuh menjadi anak yang mandiri.
Share:

Rabu, 05 September 2018

Tata cara tingkeban


Tata Cara Prosesi Mitoni: Ritual Tujuh Bulanan Adat Jawa



Mitoni
Dalam menggelar prosesi Mitoni, ada beberapa ritual yang perlu dilakukan secara berurutan. Mulai dari sungkeman, siraman, hingga membagikan rujak kepada tamu undangan. Tidak hanya itu, tradisi Jawa juga identik dengan menyertakan simbolisasi berupa benda yang sarat akan makna luhur.
Pun dalam upacara tujuh bulanan Mitoni, Anda perlu menyediakan beragam perlengkapan yang jumlahnya serba tujuh. Antara lain; bubur tujuh warna, ketan atau jadah tujuh rupa, tumpeng buceng yang berbentuk kerucut kecil, procotan yakni hidangan yang dibungkus daun pisang, aneka jajanan pasar, dan berbagai perlengkapan lainnya.

Sungkeman
Calon ibu dan ayah melakukan sungkeman kepada kedua orangtua guna memohon doa restu untuk keselamatan dan kelancaran pesalinan.

Siraman
Siraman atau mandi bertujuan untuk menyucikan secara lahir dan batin sang ibu dan calon bayi. Dengan balutan kain batik, sang ibu akan duduk dan disiram dengan air siraman yang telah ditaburi kembang setaman. Dipandu oleh seorang sesepuh atau orang yang bertugas memimpin jalannya prosesi ini, tujuh orang terpilih akan menyiram sang ibu menggunakan gayung dari batok kelapa. Prosesi siraman dimulai dari orang yang paling tua di keluarga, kemudian dilanjutkan dengan yang lainnya.
Ngrogoh Cengkir
Cengkir berarti tunas kelapa, sebagai simbolisasi cikal bakal bayi yang akan menjadi manusia dewasa kelak. Cengkir berjumlah dua buah, diambil oleh sang ayah, untuk selanjutnya dilaksanakan ritual brobosan (meluncurkan)
Brojolan atau brobosan
Sang ayah akan meluncurkan dua cengkir dari balik kain yang dipakan sang ibu. Cengkir atau kelapa muda yang dipakai sebelumnya telah dilukis Dewi Kamaratih melambangkan bayi wanita jelita dan Dewa Kamajaya melambangkan bayi pria rupawan.
Membelah cengkir
Kemudian, sang ayah membelah cengkir atau kelapa muda sebagai simbol untuk membukakan jalan si jabang bayi agar lahir pada jalannya.
Pantes-pantesan
Dalam prosesi pantes-pantesan, sang ibu akan berganti busana atau memantas-mantas busana sebanyak tujuh kali. Nantinya, undangan akan serempak menjawab tidak pantas sampai busana ke-6. Barulah busana yang ke-7 akan dipakai ibu. Ini menjadi salah satu ritual unik dalam prosesi Mitoni.
Angrem
Ibu dan ayah menirukan gaya ayam yang mengerami telur dan berkokok keras, sebagai lambang tanggung jawab calon ayah atas kehidupan dan kesejagtreraan sang calon bayi dan ibunya.
Potong tumpeng
Sebagai ungkapan rasa syukur bahwa selamatan tujuh bulanan telah dilaksanakan dengan lancar.
Pembagian Takir Pontang
Takir pontang adalah wadah untuk menyajikan makanan yang terbuat dari daun pohon pisang dan janur dan dibentuk menyerupai kapal. Bentuk takir pontang bermakna bahwa sang calon orangtua harus siap mengarungi bahtera rumah tangga layaknya kapal di lautan. Hidangan yang sudah diletakan pada takir pontang pun diberikan sebagai suguhan dan ucapan terima kasih dibagikan kepada para sesepuh yang menghadiri upacara.
Jualan Dawet dan RujakT
Menghidangkan makanan kesukaan orang hamil berupa rujak yang dibuat dari tujuh macam buah-buahan segar. Orang yang mau menerima dawet atau rujak dari sang ibu, harus membayarnya dengan sejumlah uang sebagai syarat.*
Share:

Ubo Rampe Tingkeban


PERSYARATAN :
1. Bubur 7 macam :

Kombinasi 7 macam; (1) bubur merah (2) bubur putih (3) merah ditumpangi putih, (4)  putih ditumpangi merah, (5) putih disilang merah, (6) merah disilang putih, (7) baro-baro (bubur putih diatasnya dikasih parutan kelapa dan sisiran gula jawa).
Bubur putih dimakan oleh sang Ayah. Bubur merah dimakan sang Ibu. Bubur yang lain dimakan sekeluarga.
Bahan;
Bubur putih gurih (dimasak pake santen) dan bubur merah (dimasak pake gula jawa);
Bubur ditaruh di piring kecil-kecil;
2. Gudangan Mateng  (sayurnya direbus) :
Bahan ; Sayur 7 macam; harus ada kangkung dan kacang. Kangkung dan kacang  panjang jangan dipotong-potong, dibiarkan panjang saja. Semua sayuran direbus.
Bumbu gudangannya pedas.





3. Nasi Megono ; Nasi dicampur bumbu gudangan pedes lalu dikukus.

4. Jajan Pasar ; 
biasanya berisi 7 macam makanan jajanan pasar tradisional.

5. Rujak ; bumbunya pedas dengan 7 macam buah-buahan.

6. Ampyang ; ampyang kacang, ampyang wijen dll (7 macam ampyang). Apabila kesulitan mendapatkan 7 macam ampyang, boleh sedapatnya saja.
7. Aneka Ragam Kolo ;
Kolo kependem (kacang tanah, singkong, talas), kolo gumantung (pepaya), kolo merambat  (ubi/ketela rambat); kacang tanah, singkong, talas, ketela, pepaya. direbus kecuali pepaya. Pepaya yang sudah masak. Masing-masing jenis kolo tidak harus semua, tetapi bisa dipilih salah satu saja. Misalnya kolo kependhem; ambil saja salah satu misalnya kacang tanah. Jika kesulitn mencari kolo yang lain; yang penting ada dua macam kolo ; yakni cangelo; kacang tanah  +  ketela (ubi jalar).

8. Ketan ; dikukus lalu dibikin bulatan sebesar bola bekel (diameter 3-4 cm); warna putih, merah, hijau, coklat, kuning.

9. Tumpeng nasi putih; 
      kira-kira cukup untuk makan 7 atau 11, atau 17 orang.

10. Telur ; telur ayam 7 butir.

11. Pisang ; pisang raja dan pisang raja pulut masing-masing satu lirang/sisir.

12. Tumpeng tujuh macam warna; tumpeng dibuat kecil-kecil dengan warna yang berbeda-beda. Bahan nasi biasa yang diwarnai.
Share:

Definisi Tingkeban

Tradisi tujuh bulanan atau tingkeban atau disebut juga mitoni yaitu upacara tradisional selamatan terhadap bayi yang masih dalam kandungan selama tujuh bulan. Tradisi ini berawal ketika pemerintahan Prabu Jayabaya.

Pada waktu itu ada seorang wanita bernama Niken Satingkeb bersuami seorang pemuda bernama Sadiya. Keluarga ini telah melahirkan anak sembilan kali, namun satu pun tidak ada yang hidup. Karena itu, keduanya segera menghadap raja Kediri, yaitu Prabu Widayaka (Jayabaya). Oleh sang raja, keluarga tersebut disarankan agar menjalankan tiga hal, yaitu: Setiap hari rabu dan sabtu, pukul 17.00, diminta mandi menggunakan tengkorak kelapa (bathok), sambil mengucap mantera: “Hong Hyang Hyanging amarta martini sinartan huma, hananingsun hiya hananing jatiwasesa. Wisesaning Hyang iya wisesaningsun. Ingsun pudya sampurna dadi manungsa.” Setelah mandi lalu berganti pakaian yang bersih, cara berpakaian dengan cara menggembol kelapa gading yang dihiasi Sanghyang Kamajaya dan Kamaratih atau Sanghyang Wisnu dan Dewi Sri, lalu di-brojol-kan ke bawah. Kelapa muda tersebut, diikat menggunakan daun tebu tulak (hitam dan putih) selembar.Setelah kelapa gading tadi di-brojol-kan, lalu diputuskan menggunakan sebilah keris oleh suaminya.
Ketiga hal di atas, tampaknya yang menjadi dasar masyarakat Jawa menjalankan tradisi selamatan tingkeban sampai sekarang. Sejak saat itu, ternyata Niken Satingkeb dapat hamil dan anaknya hidup. Hal ini merupakan lukisan bahwa orang yang ingin mempunyai anak, perlu laku kesucian atau kebersihan. Niken Satingkeb sebagai wadah harus suci, tidak boleh ternoda, karenanya harus dibersihkan dengan mandi keramas. Akhirnya sejak saat itu apabila ada orang hamil, apalagi hamil pertama dilakukan tingkeban atau mitoni.
Tradisi ini merupakan langkah permohonan dalam bentuk selamatan. Batas tujuh bulan, sebenarnya merupakan simbol budi pekerti agar hubungan suami istri tidak lagi dilakukan agar anak yang akan lahir berjalan baik. Istilah methuk (menjemput) dalam tradisi jawa, dapat dilakukan sebelum bayi berumur tujuh bulan. Ini menunjukkan sikap hati-hati orang Jawa dalam menjalankan kewajiban luhur.Itulah sebabnya, bayi berumur tujuh bulan harus disertai laku prihatin.

Pada saat ini, keadaan ibu hamil telah seperti ‘sapta kukila warsa’, artinya burung yang kehujanan. Burung tersebut tampak lelah dan kurang berdaya, tidak bisa terbang kemana-mana, karenanya yang paling mujarab adalah berdoa agar bayinya lahir selamat. Beberapa pantangan yang patut dicatat oleh ibu hamil maupun suaminya, juga mengarah pada budi pekerti Jawa luhur. Yakni, seorang ibu hamil dilarang makan buah yang melintang (misalnya buah kepel), dimaksudkan agar posisi bayi di perut tak melintang. Jika posisi melintang akan menyulitkan kelahiran kelak. Hal ini sebenarnya ada kaitannya dengan kesehatan, karena buah kepel sebenarnya panas jika dimakan, sehingga bila terlalu banyak akan berakibat pula pada keadaan bayi. Orang hamil, misalkan tidak boleh duduk di depan pintu dan di lumping tempat menumbuk padi, sebenarnya memuat nilai etika Jawa. Yakni, agar sikap dan watak ibu hamil tak dipandang tidak sopan, karena posisi duduk demikian juga akan memalukan dan tidak enak dipandang. Seorang suami yang dilarang menyembelih hewan, sebenarnya terkandung makna budi pekerti agar tidak menganiaya makhluk lain. Penganiayaan juga merupakan tindakan yang tak baik.

Di samping itu, lalu ada kata-kata ‘ora ilok’ kalau meyembelih hewan, ini dimaksudkan agar bayi yang akan lahir tak cacat. Watak dan perilaku yang dilarang ini merupakan aspek preventif agar suami lebih berhati-hati. Di samping itu, baik suami maupun ibu hamil diharapkan tidak mencacat atau membatin orang-orang yang cacat, agar bayinya tidak cacat, adalah langkah hati-hati. Perilaku ini merupakan upaya agar pasangan tersebut tidak semena-mena kepada orang lain yang cacat. Proses selamatan mitoni dilakukan di kebun kanan kiri rumah pada suatu krobongan. Krobongan adalah bilik yang terbuat dari kepang (anyaman bambu) dan pintunya menghadap ke timur, dihiasi dengan tumbuh-tumbuhan.
Krobongan adalah lambang dunia, yaitu bahwa ibu hamil dan suami ketika melahirkan anak nanti harus menghadapi tantangan berat. Kelahiran anak nanti ibarat memasuki sebuah hutan (pasren). Adapun maksud pintu krobongan menghadap ke timur, dapat dikaitkan dengan asal kata timur dari bahasa Jawa wetan (wiwitan). Artinya, timur adalah permulaan hidup (sangkan paraning dumadi).

Arti atau Makna Upacara Tingkeban
Upacara Tingkeban adalah salah satu tradisi masyarakat Jawa, upacara ini disebut juga mitoni berasal dari kata pitu yang arti nya tujuh. Upacara ini dilaksanakan pada usia kehamilan tujuh bulan dan pada kehamilan pertama kali. Upacara ini bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah dewasa akan tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim ibu. Dalam upacara ini sang ibu yang sedang hamil dimandikan dengan air kembang setaman dan disertai doa yang bertujuan untuk memohon kepada Tuhan YME agar selalu diberikan rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan selamat dan sehat.
Menurut tradisi Jawa, upacara dilaksanakan pada tanggal 7 , 17 dan 27 sebelum bulan purnama pada penanggalan Jawa, dilaksanakan di kiri atau kanan rumah menghadap kearah matahari terbit. Yang memandikan jumlahnya juga ganjil misalnya 5,7,atau 9 orang. Setelah disiram, dipakaikan kain /jarik sampai tujuh kali, yang terakhir/ ketujuh yang dianggap paling pantas dikenakan. Diikuti oleh acara pemotongan tumpeng tujuh yang diawali dengan doa kemudian makan rujak, dan seterusnya. Hakekat dasar dari semua tradisi Jawa adalah suatu ungkapan syukur dan permohonan kepada Yang Maha Kuasa untuk keselamatan dan kenteraman, namun diungkapkan dalam bentuk lambang-lambang yang masing-masing mempunyai makna.
Share:

Siraman

Tata Cara Upacara Siraman Pengantin Adat Jawa
Upacara siraman biasanya dilakukan oleh para pinisepuh atau orang-orang yang telah tua dan dituakan,  terutama orang yang telah mempunyai cucu atau setidak-tidaknya orang tua yang telah berputra dan mempunyai budi perilaku yang dapat dijadikan teladan karena akan diminta berkahnya.
   
Tata Cara Upacara Siraman Pengantin Adat Jawa

Untuk upacara siraman sebetulnya jumlah orang yang akan memandikan tidak dibatasi, semakin banyak semakin baik asal jumlahnya ganjil. Namun untuk menjaga agar calon pengatin tidak kedinginan maka jumlah orang yang akan memandikan ditetapkan pitu (tujuh orang) yang berarti pitulungan. Siraman ini akan diakhiri oleh juru rias atau sesepuh (orang yang dituakan) dengan memecah kendi/klenthing dari tanah liat.

UPACARA SIRAMAN ADAT JAWA

1.Sungkem kepada kedua orang tua.
2.Calon pengantin diapit bapak dan ibu menuju tempat siraman.
3.Mulai siraman 1 – 7 atau 9.
4.Bilas kendi oleh ayah dan pecah kendi oleh ibu .
5.Bapak ibu memotong tumpeng dan menyuapkan kepada calon pengantin
6.Bapak ibu mengapit calon pengantin menuju ruang rias kembali.
7.Bapak ibu berjualan dawet.
8.Ramah tamah dan makan – makan

PERLENGKAPAN UPACARA SIRAMAN PENGANTIN

1.Tempat  siraman dan bunga hidup.
2.Gentong siraman dan bunga setaman
3.Sepasang tetuwuhan ( diganti bunga kamar pengantin )
4.Baju melati untuk siraman
5.Baju basahan untuk siraman
6.Baju bapak komplit
7.Kain ibu kembaran dengan bapak calon pengatin putri
8.Bakul + uang kereweng
9.Kendi payung ( untuk jual dawet )
10.Pemandu acara ( MC Siraman )
11.Perias pengantin

Pelaksanaan Upacara Siraman

Upacara Siraman yang berlaku untuk calon pengantin pria dan wanita (pelaksanaannya di rumah masing-masing) ini merupakan suatu lambang dan harapan agar calon pengantin menjadi suci, bersih dan bercahaya. Perlengkapan yang rnenyertai rangkaian upacara siraman juga merupakan suatu lambang yang masing-masing mempunyai makna yang sangat mendalam. Misalnya bunga Sritaman yang ditaburkan ke dalam air yang akan dipakai untuk siraman mengandung arti agar keharuman yang dimiliki bunga siraman tersebut akan meresap ke tubuh calon pengantin hingga menjadi harum tubuhnya dan kelak dapat membawa keharuman nama keluarga di tengah masyarakat. Sedangkan konyoh manca warna: mengandung arti bahwa dengan lima macam Konyoh yang digosok-gosokkan ke tubuh pada saat siraman maka diharapkan bermacam-macam cahaya bersinar menjadi satu dan meresap kc dalam tubuh calon pengantin sehingga tampak antik dan mempesona. Sementara dun butir kelapa Hijau tua yang diikat menjadi satu mengandung makna agar kelak kedua mempelai selalu hidup rukun dan tetap hidup berdampingan sampai akhir hayat atau hidup rukun sampai kaken-kuken ninen-ninen.

Adapun upacara siraman sebagai berikut:
  1. Bunga sritaman ditaburkan ke dalam bak air. Air yang dipakai untuk siraman dapat berupa air dingin tetapi dapat pula diganti dengan air hangar agar sang calon pengantin tidak kedinginan. Air tersebut dapat dimasukkan ke dalam pengaron (bejana dari tanah liat sebagai tcmpat untuk mcnampung air). Selanjutnya dua butir kelapa yang masih ada sabutnya diikat menjadi satu lalu dimasukkan ke dalam air tersebut.
  2. Calon pengantin yang telah mengenakan busana siraman dcngan alas kain dan bagian luar memakai kain putih (mori), dcngan rambut terurai, dijemput oleh orang tua dari kamar pengantin dan dibimbing ke tempat upacara siraman. Di belakang mereka mengiringi para pinisepuh serta petugas yang membawa baki berisi seperangkat kain yang terdiri dari sehelai kain motif grompol, sehelai kain motif nagasari, handuk dan pcdupan. Seperangkat kain dan handuk tersebut digunakan setelah upacara siraman selesai. Setelah sampai di tempat upacara  calon pengantin dibimbing dan dipcrsilahkan duduk di tempat yang telah disediakan oleh kedua orang tua.
  3. Setelah diawali dcngan doa menurut kepercayaan masing-masing, orang tua calon pengantin mengawali mengguyur atau menyiram calon pengantin dcngan air bersih dari pengaron yang telah ditaburi bunga siraman dan berisi dua butir kelapa hijau yang digandeng. Orang tua calon pengantin yang lebih dahulu mengguyur adalah ayah, kemudian ibu. Pada saat mengguyur sebaiknya diiringi doa yang diucapkan dalam hati Pada saat mengguyur diiringi menggosokkan konyoh manca warna dan landha merang; kemudian diakhiri dcngan guyuran tiga kali.
  4. Upacara Siraman ini diakhiri dan ditutup oleh juru paes atau bisa juga oleh sesepuh yang ditunjuk. Cara mengakhiri upacara ini sebagai berikut:
  • ­Pertama-tama juru paes/sesepuh mencuci rambut dcngan Landha merang, santan kanji dan air asem (sebagai conditioner) serta menggosok-gosokkan konyoh manca warna ke seluruh tubuh dan memandikannya sampai sungguh-sungguh bersih. Setelah bersih calon­    pengantin meletakkan kedua tangannya di depan dada dcngan sikap nyadhong donga (memohon dalam doa) dan juru paes menuangkan air kendi agar digunakan untuk berkumur. Hal ini dilakukan tiga kali.
  • ­Selanjutnya juru paes mcngguyurkan air kendi ke kepala calon pengantin tiga kali.
  • ­Kemudian  air kendi dituangkan lagi untuk membersihkan wajah, telinga, leher, tangan dan kakai.  Masing-masing dilakukan tiga kali, sampai air kendi habis.
  • ­Setelah kendi tersebut kosong, selanjutnya juru paes/scscpuh mengucapkan kata-kata: Wis Pecah pamorc (sudah berakhir masa remajanya) sambil memecah kendi di depan calon pengantin dan disaksikan oleh orang tua dan para pinisepuh
Setelah upacara tersebut berakhir calon pengantin berganti dcngan mengenakan kain motif Grompol dan menutup badan dcngan kain motif nagasari. Selanjutnya dibimbing oleh kedua orang tua dan diiringi para pinisepuh menuju ke kamar pengantin. Kedua kain motif grompol dan motif nagasari tersebut dapat diganti dcngan motif lain yang mempunyai makna baik. Pada zaman dulu upacara siraman dilaksanakan di kamar mandi, sedangkan sekarang bisa dilaksanakan di tempat lain yang dirancang dihias secara khusus.

 


Share:

Ubo rampe Pernikahan

Sehari sebelum pernikahan, biasanya gerbang rumah pengantin perempuan akan dihiasi janur kuning yang terdiri dari berbagai macam tumbuhan dan daun-daunan:

• 2 pohon pisang dengan setandan pisang masak pada masing-masing pohon, melambangkan suami yang akan menjadi kepala rumah tangga yang baik dan pasangan yang akan hidup baik dan bahagia dimanapun mereka berada (seperti pohon pisang yang mudah tumbuh dimanapun).

• Tebu Wulung atau tebu merah, yang berarti keluarga yang mengutamakan pikiran sehat.

• Cengkir Gading atau buah kelapa muda, yang berarti pasangan suami istri akan saling mencintai dan saling menjagai dan merawat satu sama lain.

• Berbagai macam daun seperti daun beringin, daun mojo-koro, daun alang-alang, dadap serep, sebagai simbol kedua pengantin akan hidup aman dan keluarga mereka terlindung dari mara bahaya.

Selain itu di atas gerbang rumah juga dipasang bekletepe yaitu hiasan dari daun kelapa untuk mengusir roh-roh jahat dan sebagai tanda bahwa ada acara pernikahan sedang berlangsung di tempat tersebut.
Sebelum Tarub dan janur kuning tersebut dipasang, sesajen atau persembahan sesajian biasanya dipersiapkan terlebih dahulu. Sesajian tersebut antara lain terdiri dari: pisang, kelapa, beras, daging sapi, tempe, buah-buahan, roti, bunga, bermacam-macam minuman termasuk jamu, lampu, dan lainnya.
Arti simbolis dari sesajian ini adalah agar diberkati leluhur dan dilindungi dari roh-roh jahat. Sesajian ini diletakkan di tempat-tempat dimana upacara pernikahan akan dilangsungkan, seperti kamar mandi, dapur, pintu gerbang, di bawah Tarub, di jalanan di dekat rumah, dan sebagainya. Dekorasi lain yang dipersiapkan adalah Kembar Mayang yang akan digunakan dalam upacara panggih.

Upacara Siraman

Banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum acara dimulai:
• Tempat air dari perunggu atau tembaga yang berisi air dari tujuh mata air.
• Kembang setaman yaitu bunga-bunga seperti mawar, melati, cempaka, kenanga, yang ditaruh di air.
• Aroma lima warna yang digunakan sebagai sabun.
• Sabun cuci rambut tradisional dari abu dari merang, santan, dan air asam Jawa.
• Gayung yang berasal dari kulit kelapa sebagai ciduk air.
• Kursi yang dilapisi tikar, kain putih, dedaunan, kain lurik untuk tempat duduk pengantin selama prosesi berlangsung.
• Kain putih untuk dipakai selama upacara siraman.
• Baju batik untuk dipakai setelah uparaca siraman.
• Kendi.
• Sesajian
Sesajian merupakan hal yang dianggap penting dalam upacara Jawa. Sesajian untuk siraman terdiri dari berbagai macam sajian:
• Tumpeng Robyong, nasi kuning dengan hiasan-hiasan.
• Tumpeng Gundhul, nasi kuning tanpa hiasan.
• Makanan seperti ayam, tahu, telur.
• Buah-buahan seperti pisang dan lain-lain.
• Kelapan muda.
• Tujuh macam bubur.
• Jajanan seperti kue manis, lemper, cendol.
• Seekor ayam jago
• Lampu lentera
• Kembang Telon - tiga macam bunga (kenanga, melati, cempaka).

KEMBAR MAYANG

Kembar mayang adalah dua hiasan yang terbentuk sama(kembar),terbuat dari janur kuning yang sihias dengan berbagai macam susunan buah-buahan,sebagai salah satu syarat utama dalam upacara pernikahan adat jawa.Kedua kembar mayang itu melambangkan calon mempelai wanita.Kembar mayang juga menyiratkan makna kesamaan calon mempelai berdua,kembar(sama) cinta kasihnya,kesamaan cipta(pikiran),rasa(perasaan) dan karsa(kehendak).Kembar mayang juga disebut sebagai Kalpataru,terdiri atas Jayandaru,dan dewa daru,merupakan pohon kehidupan atau pohon keabadian.Jayandaru dan dewa daru sebagai simbol ketentraman dan keselamatan,sehingga kembar mayang sebagai sarana penolak bala agar segala acara pelaksanaan upacara pernikahan sejak persiapan,pelaksanaan hingga selesai dapat terlaksana dengan lancar,sukses dan selamat.Dalam membuat kembar mayang sering dilengkapi dengan sepasang degan(kelapa muda).Hiasan kembar mayang juga dilengkapi wujud burung,dan hiasan burung ini dibuat semenjak Dewi Nawangsih akan menikah.Agar Dewi Nawangsih semakin cantik akan direstui dan dihias oleh ibunya bernama Dewi Nawangwulan.Sebagai sarana agar Dewi Nawangwulan berkenan hadir di pesta pernikahan,kembar mayang diberi hiasan burung.Di dalam masyarakat Jawa upacara mencari kembar mayang serimg disebut dengan istilah tumedhak kembar nayang,yaitu turunya kembae mayang .Kenbar mayang sebenarnya merupakan simbol dari wahyu jodho yang hanya bileh dipinjamsaat pernikahan,maka setelah selesai perayaan pernikahan harus dikembalikan dengan cara dibuang diperempatan jalan/dihanyutkan ke sungai.

Hal-hal yang ada kaitannya dengan kembar mayang antara lain:
• Janur :daun kelapa muda yang berwarna kuning sebagai simbol keagungan/hidayah Tuhan,dan janur.
• Mayang :nama bunga jambe atau sesuatu yang maya-may(indah)dipandang.
• Satriya :Seorang satriya yang bertugas mencari kembar mayang,dan biasa disebut Ki Sarayajati.
• Cantrik :Seorang abdi yang sedang menunggu sekar mancawarna(Kembar mayang).
• Pandhita :Seorang Brahmana yang sering disebut Ki Wasitajati dan pemilik kembar mayang tersebut.

Berdasarkan ceritera wayang purwa dalam dalam lakonPartakrama Kembar Mayang merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh Premadi untuk dapat memperisti Wara Sembadra.Makna yang terkandung dalam kembar mayang adalah sebuah harapan agar kedua mempelai senantiasa bersatu,seiring setujuan dalam mencapai kebahagiaan hidup dan tidak berselisih pendapat selsms mengarungi bahtera kehidupan runah tangga.
Share:

Mengenai Saya

Mahasiswa Wearnes Education Center Madiun