Untuk perayaan piton piton 7 lapan (1lapan=35hari), dalam tradisi Jawa disebut piton-piton. piton-piton itu sendiri merupakan rangkaian upacara siklus hidup yang sampai saat ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa. Kata mitoni berasal dari kata ‘am’ (awalan am menunjukkan kata kerja) + ’7′ (pitu) yang berarti suatu kegiatan yang dilakukan pada hitungan ke-7. Upacara mitoni ini merupakan suatu adat kebiasaan atau suatu upacara yang dilakukan pada hari ke-245 hari atau 7-lapan atau 8bulan masa tumbuh kembang anak yang mengandung makna semoga si anak kelak senantiasa memperoleh keselamatan dan dapat meraih cita-cita dengan perjalanan yang mulus. Dengan menjalani kehidupan yang baik dan benar dibumi ini dan sekaligus tetap merawat dan menyayangi bumi, maka kehidupan didunia terasa nyaman dan menyenangkan. Ini untuk mengingatkan bahwa bumi atau tanah telah memberikan banyak hal untuk menunjang kehidupan manusia. Tanpa ada bumi, sulit dibayangkan bagaimana eksistensi kehidupan manusia , sang suksma yang berbadan halus dan kasar. Manusia wajib bersyukur kepada Gusti, Tuhan , diberikan kehidupan yang memadai dibumi yang alamnya sangat kondusif, memungkinkan mahluk manusia dan mahluk-mahluk yang lain bermukim disini. Inilah kesempatan untuk berbuat yang sebaik-baiknya, berkarya nyata, tidak hanya untuk diri sendiri dan keluarganya, tetapi untuk peradaban seluruh umat manusia, yang semuanya adalah titah Gusti dan asal muasalnya dari tempat yang sama. Hendaknya diingat bahwa tanah adalah salah satu elemen badan manusia dan yang tak terpisahkan dengan elemen-elemen yang lain, yaitu air, udara dan api, yang mendukung kiprah kehidupan suksma didunia ini, atas kehendakGusti. Pada waktu seorang anak kecil berumur tujuh selapan atau 245 hari. .Selapan merupakan kombinasi hari tujuh menurut kalender internasional dan hari lima sesuai kalender Jawa.Oleh karena itu selapanan terjadi setiap 35 hari sekali. Bisa jatuh hari Senin Legi, Selasa Paing dst. Sehingga upacara ini di jawa timur lebih dikenal dengan sebutan Piton-piton. Biasanya pelaksanaan upacara tedhak siten diadakan pagi hari dihalaman depan rumah.Selain kedua orang tua bocah, kakek nenek dan para pinisepuh merupakan tamu terhormat, disamping tentunya diundang juga para saudara dekat.. Seperti pada setiap upacara tradisional, mesti dilengkapi dengan sesaji yang sesuai.Bermacam sesaji yang ditata rapi, seperti beberapa macam bunga, herbal dan hasil bumi yang dirangkai cantik, menambah sakral dan marak suasana ritual. Sesaji itu bukan takhayul, tetapi intinya bila diurai merupakan sebuah doa permohonan kepada Gusti, Tuhan, supaya upacara berjalan dengan selamat dan lancar. Juga tujuan dari ritual tercapai, mendapatkan berkah Gusti.
Di
daerah-daerah di jawa terutama di Ponorogo , tradisi piton-piton kini
amat langka dijumpai. entah karena mengikuti budaya modern atau mungkin
terlalu ribet,,,,,,
piton-piton
buknlah hal syirik karena merupakan upaya pelestarian budaya yang
bertujuan untuk berbagi rasa kebahagiaan sembari memohon doa agar
cita-cita terwujud sesuai yang diharap. terakhir saya jumpai acara
piton-piton di lakukan oleh keluarga pasangan Suwarto-Lilik M.H, beliau
berdua merayakan acara piton-piton sebagai ungkapan rasa bersyukur dan
juga turut melestarikan budaya yang kini mulai jarang di lakukan pasutri
pada umumnya.Mitoni juga disebut dengan Tedak Siten. Tedak siten merupakan budaya warisan leluhur masyarakat Jawa untuk bayi yang berusia sekitar tujuh atau delapan bulan. Tedak siten dikenal juga sebagai upacara turun tanah.
‘Tedak’ berarti turun dan ‘siten’ berasal dari kata ‘siti’ yang berarti tanah. Upacara tedak siten ini dilakukan sebagai rangkaian acara yang bertujuan agar anak tumbuh menjadi anak yang mandiri.
0 komentar:
Posting Komentar